Kameraku yang Bukan Digital

 Sesuai tulisan aku sebelumnya, ini dia tiga kamera yang aku gunakan untuk foto-foto

Instax Mini 11

Aku baru beli instax mini ini sepulang dari Aceh. Soalnya waktu di Aceh aku liat Nadhira dan Icut pakai, aku kabita gitu. Kabitanya tuh gimana ya, padahal aku udah tau mereka punya instax dari dulu. Terus, aku juga udah lama tau hype nya instax tapi waktu dulu aku samsek gak tertarik. Baru kali ini aja, sepertinya karena alasan yang udah aku kemukakan di postingan sebelumnya. Akhirnya, aku memutuskan mau beli instax. Awalnya aku masih galau mau model yang mana. Icut menyarankan mending beli Instax mini dibanding Instax square kalau mau untuk happy-happy aja. Bukan kerjaan atau hal pro lainnya. Soalnya, justru frame film instax yang lucu-lucu itu adalah punya line instax mini.

Setelah aku memutuskan ingin instax mini, aku galau instax mini yang mana. Aku tuh kan cenderung suka warna merah, sedangkan instax mini 11 yang terbaru nggak ada warna merah, adanya di instax mini 9. Terus aku kepincut sama instax mini 90 neo classic yang warna merah. Tapi, kata banyak orang yang aku tanya, modelnya mirip banget kayak mirorless fuji. Jadi nanti kamera yang aku punya kurang variatif. Selain itu, model instax mini 11 itu lebih "instax banget" jadi mending instax mini 11 aja. Akhirnya belilah aku instax mini 11 warna ice white (putih), aku kasih nama Si Iin.


Si Iin (Instax Mini 11)

Foto Instax mini 90 neo classic, harganya 1.999.000 rupiah di pasaran, sedangkan
instax mini 11 harganya 1.099.000 rupiah (foto ambil dari web instax.com)

Setelah beberapa lama ini aku menggunakan Si Iin, aku sangat puas. Dia bisa menangkap momen dengan baik, seperti niat aku membelinya pertama kali. Untuk kualitas foto, kalau kalian bandingkan sama DSLR atau mirorless, atau bahkan iPhone, menurutku ya jauh lah ya. Cuma, foto yang langsung jadi dan tidak bisa diulang itu memberi thrill tersediri.

Sedikir review buat pemakaian instax mini 11. Salah satu update si Iin ini daripada instax versi sebelumnya adalah setting exposure nya sudah otomatis. Jadi meminimalisasi keadaan foto yang terlalu terang atau terlalu gelap. Minusnya ya kita jadi nggak bisa ngatur exposure yang kita inginkan. Tapi aku sendiri lebih suka otomatis, karena aku pake Si Iin untuk menangkap momen, bukan buat foto yang artsy. Tapi tetap aja, untuk bisa menangkap foto yang 'pas' harus ada waktu belajar. Jadi, selama sedang belajar itu aku sarankan gak usah takut ngabisin film. Kan namanya juga belajar, kalau dihemat nanti kapan belajarnya? Nanti pas kebetulan ada moment malah takutnya fail deh fotonya gara-gara belum tau celahnya si Instax ini.

Mendingan wasting films daripada wasting moments.

Fitur lain tambahan instax mini 11 daripada pendahulunya adalah adanya lensa selfie bawaan. Beberapa review youtube ada yang nyebut ini "lensa macro". Tapi aku kurang setuju, fokusnya memang jadi lebih dekat yaitu 30cm-an (kalau lensa instax biasa fokus di 1 meter). Jadi ya memang pasnya dibilang lensa selfie aja sih, bukan macro soalnya macro butuh fokus yang lebih deket lagi sampe jarak cm-an. Cuma emang selain buat selfie bisa juga buat foto objek lain dengan lebih dekat, seperti makanan.

Selain itu, instax mini 11 juga ada sedikit issue di viewfinder-nya. Tapi kurasa ini masalah semua instax mini yang nggak punya layar preview (aku tapi gak tau gimana kalau instax square dan instax wide). Jadi, gambar yang terlihat di viewfinder belum tentu gambar yang akan tercetak. Sejauh aku coba-coba, aku bisa menarik kesimpulan kalau frame yang akan tercetak lebih ke kanan atas daripada yang terlihat di viewfinder. Ngerti gak.....?

Jadi, aku kasih contoh dengan gambar deh. Viewfinder instax mini 11 itu, kalau kamu lagi ngintip, kan kamu bisa lihat lingkaran kecil di tengahnya yang menandakan itu bagian tengah. Nah inilah hasil foto-foto yang aku ambil jika aku menempatkan objek pas di tengah lingkaran viewfinder:

Agak melenceng ke kanan atas

Keliatan kan? Objek pada foto jadi akan lebih ke kanan atas dibanding objek yang terlihat di viewfinder. Padahal aku waktu ngefoto kucingku dan bunga ini, aku yakin mereka aku pas-in di tengah viewfinder yang ada tanda lingkarannya. 

Lalu, untuk pengambilan foto dengan lensa selfie, tempatkan objek di area kiri bawah dari tanda lingkaran dalam viewfinder. Kecuali kalau memang selfie diri sendiriya, kalau selfie kira-kira bagusnya jarak kamera dengan muka kita sejauh panjang lengan, terus lihat di guiding mirror yang ada di samping lensa deh. Ya pokoknya kira-kira aja lah kalau selfie.

Overall aku suka banget sama instax mini. Menurutku dia itu creative. Selain hasil fotonya yang selalu unik, aku juga bisa tambahin tulisan-tulisan lucu sejenis captions pake permanent marker di bawahnya. Foto yang biasa langsung jadi cute juga. Beberapa foto bisa dipajang di dinding kamar, beberapa ditaro di album foto, ada juga yang aku tempel di dinding klinik tempat aku kerja. Bisa banget kita collect memories dengan instax ini.

Caption yang ditulis pake spidol tebal

Caption yang ditulis pakai spidol tipis

Nggak semua foto ingin aku kasih tulisan. Beberapa ada yang aku biarkan dia as they are karena mereka justru menurutku lebih bagus plain tanpa coretan.

Foto tanpa captions favorit aku

Selain itu, film instax mini juga tersedia dalam berbagai jenis list frame yang lucu-lucu dan unik! Bahkan suka ada yang ngeluarin limited edition dengan kartun tertentu.

Jangan lupa kalau kalian mau beli instax mini 11, atau instax apapun, belilah di counter Fujifilm langsung atau di dealer resmi Fujifilm. Banyak kok di tokped. Aku sendiri beli online di tokpednya JPC Kemang. Kenapa harus gitu? Karena dealer resmi Fujifilm menyediakan garansi resmi dan juga promo (yey!). Kalau beli instax dari dealer resmi, selalu ada promo sesuai bulan pembelian. Biasanya dapet aksesoris. Untuk bulan pembelian aku kemarin (Agustus 2021) aku dapat free 1 pack film dan spidol buat tulis-tulis di bawah foto. Lumayan banget kan free film buat belajar? 

Bonus promo Agustus 2021

Promo ini hanya berlaku buat instax yang ada garansi resmi dan harga beli official (nanti foto kartu garansi resmi dan invoice pembelian diupload sebagai bukti), makanya rugi kalau beli di selain dealer resmi.

Ricoh F-3

Kemudian, ini kamera analog, bukan kamera instan. 

Ini dia penampakan depannya si Ricoh

Kamera Ricoh F-3 ini (aku sebutnya biasanya Ricoh aja) adalah kamera pertama yang dimiliki orang tua aku setelah berkeluarga. Baru-baru ini bobaku menemukannya kembali, dan dikasih ke aku karena dia tau aku emang suka kamera, dan sekarang aku sedang demen fotografi analog.

Sedikit kenanganku dengan Ricoh, saat aku kecil aku masih sempet merasakan momen dengan si Ricoh. Foto pertama yang aku ambil dalam hidupku pun memakai si Ricoh. Waktu itu usiaku masih SD, di Bali, aku pertama kali mengambil foto bobaku di belakang hotel. Sekarang fotonya masih tersimpan rapi di album.

Foto pertama yang aku ambil seumur hidup, pakai Ricoh ini

Okeh, jadi Ricoh sendiri adalah kamera analog yang butuh film buat bisa mengambil gambar. Film nya itu roll film klise itu loh. Pertama kali aku mau mencoba lagi, aku membeli roll film kodak colorplus 200, tentu saja di tokped. Itu artinya ini film warna (bukan black and white) dengan ASA/ISO atau kepekaan cahaya 200. ISO nya kecil sekali jadi film ini akan lebih efektif untuk foto outdoor dan saat ada matahari, bukan mendung. Untuk foto indoor dan malam wajib pakai flash, kalau nggak sih biasanya akan gelap. Kalau kamera digital kan ISO nya bisa diatur, tapi kalau analog, ISO itu bawaan film dan udah nggak bisa diatur. Segitu aja sampai filmnya habis, yaitu sampai 36 frame.

Begitu film sampai, sebenernya bobaku udah menyarankan aku konsul dulu ke orang yang biasa main analog untuk pemasangan filmnya, takutnya gagal karena harganya lumayan. Tapi aku mau sotoy. Aku merasa udah bisa karena nonton youtube (tapi waktu itu aku nonton Youtube-nya tentang loading film di kamera tipe lain). Akhirnya aku pasanglah filmku sendiri, dan aku mulai jalan-jalan mengambil foto.


Film yang aku pasang sendiri (FYI ini SALAH ya!)
Untuk pemasangan yang benar silakan search youtube "Loading Film Ricoh F-3"
Harusnya dia nyangkutnya di gerigi di lubang pada rod yang satu lagi.


Sesudah 36 frame habis, indikator kameranya kan akan menunjuk ke angka 36. Aku mulai menggulung filmku. Aku tanya caranya ke boba, dan nonton Youtube lagi juga. Aku agak was-was karena aku lihat di Youtube ada orang yang filmnya putus karena dia pake lebih dari 36 frame. Saat itu, aku lihat indikator frame aku juga ada di angka 36 lebih-lebih dikit. Aku berdoa saja dan ternyata nggak putus (yaiyalah pasangnya aja gak bener). Sebelum dicuci, aku masukin ke containernya, lalu aku bawa ke lab cuci.

Penempatan dan pemberian label nama sebelum dicuci

Untuk lab cucinya di Bogor aku ke BERSORERIA yang letaknya di Jl. Padi, sederetan SMAKBO, tapi belum sampai ke perempatan UNPAK kalau dari arah Pandu Raya. Dia bersatu di gedung yang ada RedDoorz dan sebuah cafe. Ciri-cirinya ada logo emot smiley tapi matanya mata maklum, if that make sense..

Ini loh maksud aku emot smiley tapi matanya
kayak orang lagi "maklum"

Letak labnya agak menjorok ke dalam di parkiran.

Untuk devscan disana, satu roll harganya Rp. 50.000,-. Devscan itu artinya developing dan scan. Jadi, dari klise roll film negatif yang kita punya nanti akan dicuci (developing) dan hasil positifnya akan di scan menjadi softcopy dan dikirim ke email kita. Jadi, kalau jaman now, foto analog nggak berarti harus dicetak ya! Kalau mau cetak juga setauku bisa juga, tapi harganya beda lagi. Nah, nggak seperti jaman dulu juga, kita nggak perlu nunggu berhari-hari. Kurang lebih 1 jam, foto sudah bisa jadi dan diterima di email kita.

Tempatnya cukup kecil dengan satu buah ruang tunggu, atau ruang tamu. Sisanya lab untuk pemrosesan. Masuk akal karena orang biasanya nggak lama-lama juga disana. Kalau mau nongkrong ya ada cafe di sebelahnya. Tapi tempatnya cukup adem kok, dan suasananya mencerminkan "analog". Maksudnya aku cukup merasa nostalgia dan klasik. Suasananya seperti masuk ke dalam film-film tahun 90an.


Suasana dari dalam ruang tunggu melihat keluar

Lab pemrosesan film


Form yang harus diisi sebelum proses devscan dilakukan

Setelah itu, roll film tadi dikasih dan kita bisa pulang deh! Untuk pengambilan klise jika mau diambil, paling lama kalau gak salah 2 minggu. Lebih lama dari itu aku rasa akan dibuang karena dianggap gak mau diambil. Lalu pulanglah aku dengan perasaan puas dan deg-degan bagaimana hasil jepretanku. Belum juga aku sampai rumah, aku sudah menerima email. Tapi ternyata, yang terjadi adalah...

Fotoku cuma ada 1 frame...

dan, dalam satu frame itu, inilah yang terjadi.......

Hasil foto pertamaku menggunakan Ricoh. Semua overlap.

Seperti yang kalian lihat, dalam frame ini ada banyak bayang-bayang objek yang tumpang tindih. Ada kucing, ada tanaman, siluet pemandangan, rak buku dengan berbagai objek dan bingkai pintu putih. Jadi sebenarnya tidak ada yang salah dengan kerja kameranya. Yang salah adalah pemasangan filmku! Karena aku salah sangkutin gerigi, yang harusnya di rod paling ujung, aku malah sangkutin di rod yang agak tengah doang. Jadi ketika dikokang, roll film tidak bergerak. Yang harusnya tiap kokang berganti ke frame kosong, ini karena nggak bergerak jadi frame stay di frame yang udah aku ekspos tadi. Alhasil semua jepretanku masuk ke dalam satu frame.

Kocak sekali. Harusnya aku nurut ke boba buat konsul dulu masalah pemasangan film....

Jadi, selanjutnya aku membeli film, aku datang ke Bersoreria untuk minta dipasangin sekalian belajar cara pasang film di Ricoh. Yang ngajarin aku adalah namanya Mas Rendy. Dia menolak sih disebut fotografer, tapi dia bilang dia lebih mengambil job foto couple seperti contohnya prewedding.

Intinya, makasih Mas Rendy

Lalu inilah beberapa hasil foto Ricoh F-3 setelah pemasangan film yang bener dan devscan di Bersoreria, sekalian aku barengi review. Pertama-tama foto yang bagus dulu.








Semua foto yang aku ambil diatas, yang indoor dan gelap pasti pake flash, yang outdoor diambil ketika matahari udah panas. Dengan keadaan segitu aja, hasil foto masih gelap.

Total dari fotoku ada 34 dan hanya segini yang menurut aku bagus. Sisanya adalah kurang terang atau kehalang tangan. Memang aku udah dibilangin sama Mas Rendy dan temennya "jangan lupa pake flash ya kak" berhubung film aku ISO nya juga cuma 200. Tapi aku nggak nurut dengan alasan ya aku mau liat kalau gak pake flash gimana. 

Foto indoor tanpa flash

Ricoh cukup oke dalam menangkap cahaya, meski emang harus pas terang banget. Ini aku ada contoh foto yang aku ambil di pagi hari jam 6.30. Meskipun kelihatannya pake mata waktu itu sudah terang, tapi ternyata kalau difoto nggak banyak dapet cahaya.

Tapi masih bisa jelas terlihat siluet objeknya, nggak yang full hitam
Bisa terlihat papahku lagi kasih makan kucing

Lalu yang aku notice lagi di Ricoh, dia itu vignette nya kenceng. Kalau kalian bisa lihat foto-foto di atas, sudut-sudutnya ada bayangan hitam gelap. Maka itu berpengaruh juga pada fokus si Ricoh. Memang fokus Ricoh itu infinity, tapi selain itu, objek yang di tengahlah yang paling fokus. Objek yang terletak di pinggir nggak terlalu fokus. Hal ini mengingatkan aku sama evaluasi mutu radiograf dental jadinya. Ternyata beginilah penerapannya.

Fokus paling tajam di tengah frame

Terkakhir, karena ini bukan kemera SLR, jadi ada yang kita lihat di viewfinder bukanlah yang terlihat di lensa. Viewfinder berada di atas dan lensa agak kebawah. Jadi objek yang kita lihat di tengah viewfinder, pas jadi foto akan berada lebih di atas frame. 

Lalu, JANGAN LUPA BUKA TUTUP LENSA! Beda dengan SLR, pada Ricoh ini kita tetap bisa lihat objek di depan kita meski lensa tertutup, karena jendelanya beda. Hal ini terjadi padaku, hasil fotonya pun gelap.

Aslinya ini foto Kumang (salah satu kucingku) 
lagi naik pohon, tapi lupa buka lens cover :(

Kira-kira begitu hasil foto Ricoh dengan roll film Kodak Colorplus 200. Next time, aku mau coba ISO 400.

Kodak M35

Ini kamera analog terakhir yang aku punya dan terbaru. Semua kamera analog aku adalah point and shoot, yang nggak bisa diatur aperture, zoom, shutter speed nya. Aku sejauh ini belum tertarik dengan kamera SLR, karena aku emang nggak ahli dalam menentukan segitiga exposure itu. Pakai DSLR aja aku masih pake auto atau mode setengah manual, yang cuma atur satu elemen. Makanya aku masih fokus di point and shoot sekedar untuk menangkap momen.

Kodak M35 ini aku belum kasih nama tapi kadang aku suka panggil Minty, karena warnanya mint. Dia adalah kado ulang tahun dari mush by request aku. Belinya dia tokpednya anakanalogs. 


Harga paket ini Rp. 420.000 sudah dapat dengan filmnya, batre, pouch polos dan beberapa stiker

Stikernya lucu-lucu

Kamera Kodak M35 ini adalah tipe kamera toy camera. Atau ya kamera ini memang dibawa buat have fun, foto-foto moment. Tapi bukan untuk berharap mendapatkan foto yang bagus ya! Dibanding dengan si Ricoh, Minty ini sendiri masih dibawah Ricoh kualitasnya. Bahannya Minty adalah full plastik. Tapi, memang jadinya lebih ringan dan kompak untuk dibawa-bawa. Warnanya juga lucu-lucu. Selain mint, ada juga warna merah, kuning, pink, biru, jadi lucu deh buat di post story instagram atau gaya-gayaan.



Lampu indikator flash siap digunakan


Aku sendiri awal tertariknya emang karena liat tampangnya. Tapi aku lihat reviewnya di Youtube cukup oke juga kok. Hanya dia lebih parah dari Ricoh dalam hal membutuhkan cahaya nya. Dengan film yang ISO nya 200, kodak M35 ini mutlak cuma bisa dipake foto outdoor. Kalau mau indoor aku rasa harus naik sampai ke ISO 800, itupun terkadang harus tetep pake flash. 

Film yang disertakan dalam paket adalah Kodak Gold ASA 200. Berarti ISO nya juga 200. Karena itu, aku menggunakan kamera ini eksklusif hanya untuk foto outdoor di keadaan lumayan terang. Jadi roll filmnya juga lebih lama habis daripada Ricoh. 

Lucu dibawa kemana-mana (btw ini pake filter instastory)

Ini dia hasil foto sekaligus review foto dari kamera ini, cucinya tentu di Bersoreria~









Menurutku Minty ini lebih payah dalam menangkap cahaya dibandingkan Ricoh. Tapi vignette dia nggak sekenceng Ricoh. Ini ada contoh foto yang aku ambil pada indoor (dalam mobil) dan ketika keadaan teduh banyak pohon. Bisa dilihat yang di dalam mobil gelap sekali padahal aku pikir dia akan cukup terlihat karena mobil juga banyak kacanya dan cahaya cukup masuk. 



Kemudian, aku coba membandingkan dua foto objek yang sama dengan dan tanpa flash. Ternyata memang jauh banget. Padahal waktu foto ini diambil, keduanya dalam keadaan terang. Bukan malam, malah cenderung ke tengah siang. Tapi memang indoor. Masuk akal aku disuruh selalu foto menggunakan flash.

with flash #1

without flash #1

with flash #2

without flash #2

Kemudian, aku mencoba memotret dalam jarak dekat. Hasilnya? Tentu saja blur, karena fokus Minty, sama dengan Ricoh adalah infinity dan tidak bisa diatur. Atau ya artinya objek dengan jarak dari lensa sejauh 1 meter keatas akan fokus. Tapi anyway tetep aku coba karena ya kepo aja gitu. 

yang fokus malah backgroundnya

Untuk perbandingan film sendiri antara Kodak Gold dengan Colorplus, aku nggak terlalu notice ada perbedaan sih. Mungkin nanti kepekaanku dengan film akan bertambah seiring waktu dan pengalaman. 

Yak, jadi itu dia 3 kamera yang selalu aku pakai sekarang! Nggak ada yang bener-bener jadi favorit no 1 dan selanjutnya, karena menurutku tiga-tiganya ini punya keunikan masing-masing. Semoga cerita dengan sedikit review ini berguna ya~

cheers,

kirana

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Yogyakarta

Rumah Kita (lagi)

Kompas Raja