Padang Trip - Part 2

Sambungan dari postingan sebelumnya jalan-jalan ke Padang,

Selama sisa hari kami di Sumbar setelah acara pernikahan Della, kami dijamu dengan baik. Kami diajak tur antar kota Sumatera Barat! Sayang sekali saat ini kami berkurang personil. Nina pulang duluan setelah acara Della karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. Dua hari kami berkeliling beberapa kota di Sumatera Barat menggunakan mobil. Satu hari terakhir berjalan-jalan di kota Padang sekalian lewat perjalanan menuju bandara.

Semua tempat yang aku kunjungi adalah pertama kalinya bagiku, jadi aku sangat terkesan. Feeling nya itu kayak, bener-bener melihat tempat yang dari dulu hanya dikisahkan orang atau bahkan buku pelajaran.

-

Hari pertama tur, sebelum berangkat, kami sarapan dulu di Resto Gumarang Padang Panjang. Sekalian bertemu dengan Kak Ni disana. Aku pesan nasi goreng. Ngomong-ngomong aku suka banget nasi goreng padang. Bahkan nasi goreng sarapan di hotel aja menurutku enak banget.

Nasi goreng padang

Beberapa temanku memesan minuman khas, teh talua (teh dengan telur). Bentuknya seperti teh tarik berbusa yang kalau menurut orang-orang rasanya gurih. Tapi buat aku, pas aku coba seteguk, aku merasa rasa amis telurnya masih terlalu dominan. Okay, memang nggak cocok aja buat aku.

Batusangkar

Kota tujuan kami pertama adalah kota dari Kalvin berasal, Batusangkar. Pertama-tama kami berhenti di Desa Terindah untuk menikmati pemandangan ketika Kalvin sholat Jumat, karena memang waktunya pas juga. Masjidnya ada di dekat saung penatapan ke pemandangan Desa terindah. Sementara Kalvin sholat, kami yang cewek-cewek duduk-duduk di saung makan gorengan dan kawa daun. Kawa daun itu adalah minuman yang terbuat dari daun kopi, tapi rasanya kayak teh. Aku suka, dan meskipun disediakan gula dan kental manis, menurutku lebih enak kalau nggak pakai gula diminum apa adanya. 

Yang di mangkuk hitam adalah kawa daun

Rasanya nikmat sekali santai disana, anginnya dingin meskipun matahari cukup terik. Pemandangannya sesuai dengan namanya Desa Terindah, indah sekali, hijau dan rapi. Membuat jiwa gadis Sumatera terpendamku bergejolak.

Pemandangannya lebih indah kalau dilihat langsung, apalah daya
kamera hapeku segini adanya

Setelah Kalvin selesai sholat Jumat, kami melanjutkan perjalanan ke Istana Basa Pagaruyung. Ini dia wishlist aku terbesar ke Padang! Aku tuh mau coba suntiang! Aku nggak sabar banget sampai dan foto-foto. Istana Basa Pagaruyung berbentuk rumah gadang dengan atap gonjong khas Sumbar, tentu saja. Tapi bangunannya bersih dan kokoh, sepertinya dirawat dengan baik. Di ruangan bawah istana, ada tempat penyewaan baju adat. Ada suntiang dan baju koto gadang, tersedia buat laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa.

Ketika sampai di istana, ternyata banyak orang disana adalah kerabat Kalvin! Hebat sekali suami Della ini. Kami bisa dapat harga sewa spesial karena Kalvin yang bicara kepada orang-orang disana. Makasih Kalvin!

Disini, hanya aku dan Icut saja yang sewa pakai suntiang. Nadhira dan Dewe tidak mau berkaitan dengan mitos yang beredar. Konon katanya kalau orang yang belum punya pasangan jangan pakai baju adat disana, karena nanti akan susah dapat pasangan. Tapi aku sendiri nggak percaya sih sama itu, tapi ya nggak ada salahnya juga buat mereka yang memang mau cari aman aja. Padahal kan aku sendiri waktu itu belum menikah, anything could happen, tapi menurutku itu tergantung individu masing-masing lagi kok.

Ada cerita lucu disana, aku dan Icut diajak foto bareng salah satu ibu-ibu dari rombongan tur. Kalau aku nggak salah dengar, mereka dari Pekanbaru. Ibu tersebut nanya, kami udah nikah apa belum, sayangnya Icut udah. Tapi aku jawab jujur kalau aku belum menikah. Lalu ibu itu bilang "ibu juga masih punya anak bujang" sebelum berpamitan. Aku sih dalam hati cuma bilang kalau aku nggak minat. Hahaha, tapi aku nggak kesel kok sama ibunya, ini pengalaman lucu aja.

Icut dan aku bersama ibu-ibu rombongan tur

Berfoto di bagian dalam Istana Basa Pagaruyung

Setelah puas foto-foto dengan baju sewaan, kami melanjutkan perjalanan ke Payakumbuh. Masih naik mobil dengan Kalvin sebagai supirnya, luar biasa.

Payakumbuh

Sebelum malam tiba, menjelang senja, kami sedikit naik ke wilayah gunung berbatu di Payakumbuh. Kami menikmati senja di Lembah Harau. 

Senja di Lembah Harau

Tidak kalah dengan Desa Terindah, senja disini juga terlihat sangat indah. Bentang alam Sumatera yang bergunung-gunung memang tidak terkalahkan!

Kami turun sebelum terlalu gelap, karena kalau sudah gelap jalannya menurun, sempit dan berkelok, agak berbahaya. Kami melanjutkan perjalanan ke Kota Payakumbuh untuk makan malam. Kami diajak makan sate padang di Payakumbuh yang, MasyaAllah, ini mah parah ini enak sekali! 

Sate padang Payakumbuh ini dipisah antara sate dan bumbu, jadi orang bisa bebas mengambil berapa tusuk sate dan sebanyak apa bumbunya. Tapi guys, ini adalah pertama kalinya aku seterkesima itu dengan sate padang. Dagingnya empuk dan tebel banget, saus bumbunya pas. Nggak pernah ada sate padang yang rasanya kayak gini di pulau Jawa kayaknya. Sate padang Payakumbuh ini cukup untuk jadi alasan aku akan berkunjung lagi ke Sumatera Barat suatu hari nanti.

Terbaik, aku gak bisa berkata-kata

Di Payakumbuh banyak makanan dan minuman yang namanya aneh, aku baru pernah denger. Salah satunya adalah air akar dan rendang nasi. Terutama rendang nasi sih, aku tuh baru tau kalau nasi bisa direndang. Jadi sebenarnya "rendang" itu proses apa? Kalau gitu segalanya bisa direndang? Aku masih bertanya-tanya.

Rendang nasi

Untuk rasanya nggak buruk, tapi nggak yang enak banget juga. Oke aja buat cemilan. Rasanya gurih dan dominan rasa kelapa.

Sebelum pulang, kami sempat mampir lagi sebentar untuk makan martabak mesir. Haduh, Sumbar ini memang mengacaukan diet aku banget, padahal harusnya aku waktu itu diet karena mau menikah. Tapi ya bagaimana dong makanannya menggoda semua!

Setelah makan martabak, kami baru benar-benar pulang. Sepanjang perjalanan pulang kami karokean lagu-lagu tahun 2000an, nostalgia yang menyenangkan.

Bukittinggi

Di hari kedua tur, tujuan pertama kami adalah Bukittinggi. Kali ini personil kami bertambah, selain ada Kak Ni yang ikut dari kemarin, ada adik-adik pengantin baru juga yaitu Yogie dan Felix. Kami juga nggak pakai mobil pribadi yang disupir Kalvin. Della dengan baik hati menyewakan mobil Elf untuk kami, wow! Kalvin duduk di bangku depan sebagai penunjuk jalan. Rasanya seperti studi tur sekolahan, tentu saja tetep pake karokean.

Kami menunjungi tempat-tempat iconic yang ada di Bukittinggi. Pertama-tama ke penatapan Ngarai Sianok dan Goa Jepang. Kami tidak turun ke Goa Jepang, hanya menikmati pemandangan Ngarai Sianok dari atas. Di penatapan itu tidak hanya manusia yang menikmati, ternyata banyak juga monyet yang suka ngaso disana. Kadang bikin agak tegang karena takutnya dia tiba-tiba menyerang. Tapi alhamdulillah sejauh ini kami aman.

Di penatapan, background foto kami adalah Ngarai Sianok

Si bodat

Kemudian, sedikit lagi mobil elf berjalan, kami sampai di Jam Gadang Bukittinggi. Aku lagi-lagi terkesima, karena ini adalah situs yang selama ini cuma aku liat gambarnya di buku RPUL. 

Fun fact! Kalau ada yang nanya "ada yang aneh gak dari Jam Gadang?" jawabannya adalah, angka 4 di Jam Gadang tidak ditulis dengan romawi "IV" seperti romawi untuk angka empat pada umumnya, melainkan ditulis dengan empat turus seperti "IIII" ini.

Jam Gadang diambil dengan kamera analog

Kami kesana di tengah hari, mataharinya terik dan memang cuacanya panas. Kebanyakan kami berteduh di pinggir. Lalu tiba-tiba kak Ni seperti superhero, datang membawakan es roti. Waah enak sekali makan es di tengah cuaca panas seperti ini!

Es roti di depan Jam Gadang

Oh ya, Della juga sempat bercerita mengenai bakwan jagung khas Sumbar yang menurut dia rasanya khas dan beda sama yang di Jawa. Lalu, waktu kami di Bukittinggi kami sempat bertemu dengan tukang jualan bakwan jagung tersebut. Akhirnya kami kesampaian merasakannya. Rasanya lebih berbumbu, pedas dan renyah daripada bakwan jagung yang pernah aku makan. Apalagi saat itu kami makan dalam keadaan hangat-hangat, rasanya tambah nikmat.

Dari penampilannya, bakwan jagung nggak terlalu berbeda

Setelah puas foto-foto di Jam Gadang dan menghabiskan es kami, kami menuju pasar untuk makan nasi kapau. Nasi kapau adalah nasi khas dari Bukittinggi. Kurang lebih mirip juga sama nasi padang, cuma menurut Della nasi kapau tidak seberbumbu nasi padang. 

Nasi Kapau Uni Lies

Aku nggak bisa terlalu notice perbedaan kadar bumbunya. Menurutku sama aja enaknya. Aku keluar pasar, menuju mobil dalam keadaan puas dan perut kenyang. 

Karena sudah kenyang, berikutnya kami mau ngaso ngopi-ngopi santai aja. Kami turun ke Ngarai Sianok, menuju ke cafe yang berbentuk kapal. Disana kami santai sejenak sambil menunggu makanan turun sebelum pergi ke destinasi selanjutnya.

Kopi dengan background Ngarai Sianok

Ngarai Sianok, diambil dengan kamera analog

Cafenya benar-benar berbentuk kapal, bahkan ada roda kemudinya

Tujuan kami selanjutnya adalah Puncak Lawang. Puncak Lawang adalah daerah dataran tinggi, yang katanya dari sana kita bisa melihat Danau Maninjau. Sayangnya, ketika kami kesana cuaca sedang tidak bersahabat. Pemandangan tertutup kabut gelap sekali. Pemandangan yang kami inginkan tidak terlihat sama sekali. Kami hanya makan indomie rebus dan teh hangat sambil menikmati cuaca dingin berkabut.

Kabut di Puncak Lawang

Menjelang maghrib, kami turun dan kembali ke Padang Panjang. Kami melewati Jam Gadang lagi dan sempat melihat Jam Gadang dikala malam hari. Terlihat lebih indah karena banyak lampu. Namun keadaan alun-alun sangat ramai.
 

Kota Padang

Di hari terakhir kami di Sumatera Barat kami secara khusus diantar oleh Mama dan Papa Della. Uwu kami merasa sangat terhormat. Mulai perjalanan turun gunung dari Padang Panjang, kami sudah diajak mampir untuk makan soto padang. Masih pagi dan dingin, makan soto yang hangat memang surga sekali.

Soto padang ini ada di daerah Puncak Kiambang. Soto padang adalah soto bening yang rasanya seperti khas padang, pedas. Ditemani daging dan paru kering yang dimasukkan ke kuah soto. Aku aja ini sekarang ngetiknya ngiler.

Yummy

Mobil kami juga sempat minggir untuk beli bika. Ini juga makanan baru untuk aku. Selama ini bika yang aku tau adalah bika ambon doang. Tapi bika disini beda, rasanya seperti kue kelapa yang dibakar. Menuruku ini enak sekali. Bika juga jadi salah satu alasan aku akan kembali ke Sumbar!

Bika

Setelah kenyang makan, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Padang. Kota Padang berada di dataran yang lebih rendah daripada tempat kami kemarin. Begitu sampai Padang, kami langsung ke toko oleh-oleh Christine Hakim di dekat Jembatan Siti Nurbaya. Aku kurang tau asal-usulnya apakah Siti Nurbaya di kisah roman itu berdiri di jembatan ini atau bagaimana sehingga dinamakan demikian. Aku belum selesai baca Siti Nurbaya. Tapi pemandangan dari atas jembatan cukup cantik, banyak kapal yang minggir di sungainya. Aku berfoto deh disana pake payung, biar rasanya jadi Siti Nurbaya, tapi nggak mau dipaksa kawin.

Aku Siti Nurbaya

Setelah berfoto sebentar, karena panas, kami melajutkan perjalanan ke Pantai Air Manis. Disana ada batu Malin Kundang yang sebelumnya hanya aku kenal dari buku cerita rakyat. Ini adalah momen terkesimaku yang ke sekian kalinya, karena pada akhirnya bisa beneran bertemu tokoh dongeng masa kecilku, meskipun itu hanya batu.


Saying Hi to Datuk Malin

Ketika masuk waktu zuhur, kami menuju Masjid Raya Sumatera Barat untuk sholat sekalian melihat sebuah arsitektur yang unik. Temanku bahkan menitip aku untuk mengambilkan foto interior dari Masjid Raya Sumatera Barat. Karena menurut dosennya, interiornya bagus sekali. Aku akui dari dekat dan melihat langsung, masjid ini unik dan indah sekali. Setidaknya sekali kalian harus coba mengunjungi langsung.

Ukiran tradisional dan religius berpadu dalam
arsitektur masjid yang unik ini

Interior masjid dengan tulisan Asmaul Husna menghiasi 
langit-langitnya

Selesai sholat, kami langsung menuju tempat makan yang dekat dengan bandara. Waktu kami boarding sudah semakin sempit. Sedih sekali akhirnya tiba waktu meninggalkan Sumatera Barat. Kami pun makan nasi padang terakhir kami disini, kemudian langsung pergi ke bandara dan kembali ke Jakarta.


The last nasi padang in Padang

-

Selesai sudah kisah perjalanan aku dan kawan-kawanku di Sumatera Barat. Menulis ini aja bikin aku kangen sama masakan padang. Kayaknya aku udah memutuskan siang ini mau makan nasi padang!

Selamat makan, guys!

kirana

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Yogyakarta

Kompas Raja

Galeri Nasional Indonesia (You Can Call This A Review)