Aceh Trip - Pulau Weh, Sabang

Halo!

Setelah tulisan sebelum ini tentang perjalanan aku ke Aceh, kali ini aku mau ceritain acara waktu masih di Aceh, yaitu ke SABANG!

Kalian tau Sabang kan? Itu loh hits banget di lagu..

"dari Sabang, sampai Merauke...." (lagu iklan Indomie)

"dari Sabang sampai Meeerauke, berjajar pulau-pulau" (yang ini lagu nasional)

Jadi memang Sabang itu adalah kota paling ujung di Indonesia, letaknya di Pulau Weh provinsi Aceh. Tentu saja sekalian lagi di Aceh, ya sekalian dong kita harus ke Sabang. Kapan lagi coba? Ke Aceh aja udah jarang, harus dimanfaatkan waktu di Aceh ini untuk nyebrang ke pulau Weh.

Hari ke-1

Jadi, berangkatlah kami dengan personil yang tetep lima. Aku, Nadhira, Della, Icut dan Ajib. Untuk menyebrang ke pulau Weh dari Banda Aceh, kami naik kapal di Pelabuhan Ulee Lheue

Orang Aceh bacanya "Ulé Lé" 

Ada dua pilihan kapal yaitu kapal lambat (feri) dan kapal cepat. Bedanya, kapal lambat membawa mobil dan barang-barang lain yang berat sehingga lambat jalannya. Dia butuh waktu sekitar 2 jam untuk sampai ke Sabang. Kapal cepat hanya mengangkut penumpang dan ukurannya pun lebih kecil. Hanya butuh waktu 45 menit menggunakan kapal cepat untuk sampai ke Sabang. Sayangnya agenda kami hari itu gak bisa pas dengan jam keberangkatan kapal cepat, sehingga mau gak mau kami naik kapal lambat.

Kapal lambat

Selfie depan kapal

Perjalanan memang terasa lebih bergelombang dan tentunya lama. Namun, untuk cuaca yang banyak angin kapal lambat lebih aman. Oh ya, kalau kalian berkesempatan naik kapal lambat menyebrang Sabang dan ada budget, lebih baik langsung pilih untuk bagian VIP. Kami tuh gak tahu, kami memilih ekonomi karena kami pikir gak akan terlalu penuh. Ternyata penuh dan jarak kursi rapat-rapat. Agak susah melangkah karena bawaan kami koper-koper yang cukup berat. Apalagi kalau ada yang mabuk laut seperti Nadhira. Dia tidak berdaya ketika kapal mulai berjalan. Untungnya Nadhira bisa naik ke atas, ruangan terbuka kapal, sepanjang perjalanan sehingga lumayan meredakan mualnya.

Untuk yang mabuk laut, jangan lupa bawa antimo ya!

Setelah 2 jam, kami akhirnya sampai  di pelabuhan Sabang. Kami langsung bertemu dengan tour guide kami. Kami memang memutuskan pakai jasa tour Sabang yang banyak di instagram. Pertimbangan kami adalah karena waktu kami sangat terbatas, kami gak kenal Sabang, dan gak punya kendaraan. Sedangkan kami ingin menikmati Sabang semaksimal mungkin. Jadi kami rasa memakai jasa tour adalah pilihan yang tepat.

Setelah bertemu, kami langsung naik mobil, mampir di tempat makan siang dan pergi ke destinasi tujuan kami pertama yaitu kilometer nol. Nah, karena kilometer nol itu berada di paling ujung pulau, jadi kami punya banyak waktu di perjalanan. Kami menikmati pemandangan Sabang yang luar biasa. Sepanjang jalan berliku, kami dapat melihat laut di samping. Kami sempat turun beberapa kali untuk mengabadikan pemandangan.

Hampir sepanjang perjalanan kami bisa melihat pemandangan seperti ini

aku dengan pemandangan

Di perjalanan kami juga melewati banyak sekali bungalow dengan view pantai di depan kamar. Ternyata Sabang ini gak kalah dari tempat wisata lain di Indonesia loh. Bungalownya cantik-cantik, dan yang terpenting alamnya indah dan bersih.

Setelah perjalanan yang berliku, akhirnya kami sampai juga di kilometer nol. Sebenarnya ada apa sih di kilometer nol? Jawabannya gak ada apa-apa guys selain laut tanpa batas. Kilometer nol adalah sebuah titik kordinat yang disebut-sebut merupakan titik paling ujung dari Indonesia. Makanya disebut kilometer nol, yang artinya disinilah titik start Indonesia. 

Orang yang paling ambis ingin pergi kemari sebenarnya adalah aku, hahahaha. Aku sendiri sudah pernah mendengar tentang titik kilometer nol ini beberapa tahun lalu, aku lupa darimana tapi mungkin juga dari instagram. Aku saat itu sangat kagum karena menurutku ini iconic, bisa berdiri di titik awal dari negara ini. Kilometer nol akhirnya jadi salah satu bucket list aku dalam menjelajahi negeri ini. Meski begitu, aku nggak pernah mematok niat terlalu besar. Ehh, tidak kusangka alhamdulillah aku bisa kesampaian berdiri di titik terujung Indonesia!

Bucket list: checked!

Selain tugu kilometer nol ini, alam disekitarnya masih cukup asli dan liar. Dekat dengan hutan dan pantai. Mungkin karena itu, disini banyak monyet berkeliaran dan nggak takut kepada manusia. Mereka diam saja meski manusia mengarahkan kamera pada mereka. Tapi, ada satu monyet yang mengingatkan aku kepada adikku. Dia adalah monyet yang mendesis padaku saat kudekati untuk selfie. Aku inget adikku soalnya adikku kalau marah sama orang juga suka mendesis.

Monyet yang mirip adikku

Sepertinya ini bosnya

Yang istimewa dari kilometer nol, ada satu cinderamata yang dijual berupa sertifikat. Tentu saja aku harus mengambilnya (beli). Sertifikat ini adalah seperti tanda bahwa kami sudah pernah ke kilometer nol. Disana tertera kami pengunjung keberapa dan darimana asal kami. Sertifikat ini bahkan ditandatangani walikota Sabang. Ini diluar ekspektasi aku yang hanya berharap bisa ambil kenang-kenangan hanya berupa foto sebagai bukti pernah kesini. Ternyata aku bisa mendapatkan bukti fisik bahwa aku pernah ke kilometer nol! Untuk harganya sendiri hanya 25 ribu rupiah untuk satu sertifikat, tinggal sebutkan nama dan asal daerah, diketik dan print saat itu juga.

Sertifikatnya sekarang udah aku laminating,
karena dia sangat berharga buat aku

Setelah aku, Nadhira, Della dapat sertifikat, kami sholat di masjid dan melanjutkan perjalanan. Tujuan kami selanjutnya adalah snorkeling! 

Kami akan snorkeling di pantainya pulau Rubiah. Pulau Rubiah itu merupakan salah satu pulau kecil di dekat pulau Weh. Sekitar pulau Weh memang banyak pulau-pulau kecil lagi. Sebagian ada yang berpenghuni, sebagian tidak dihuni. Beberapa suka dijadikan tempat camping pada akhir pekan. Seru sekali ya!

Akhirnya kami sampai di dermaga kecil untuk berangkat ke pulau Rubiah. Kami pergi ke situs snorkeling naik boat. Sebelumnya, kami ganti baju renang dan mengambil peralatan snorkeling masing-masing. Kami menyebrang hanya membawa barang berharga hp dan dompet. Barang lainnya seperti baju kami tadi dititipkan di warung dekat dermaga dalam satu dus besar.

Laut di pinggir dermaga, cantik dan jernih sekali ya!
Oh ya disana juga ada bungalow yang disewakan loh

Otw dalam boat~

Setelah briefing sebentar dari instruktur snorkeling, kami boleh langsung masuk ke dalam laut. Instruktur tersebut lebih banyak fokus ke Della, karena Della gak bisa berenang dan masih takut meskipun pake pelampung. Kami bergantian mengambil foto di bawah laut, yang sedang tidak gilirannya, bisa berenang-renang melihat ikan-ikan. Icut ngasih tunjuk aku banyak bulu babi yang sembunyi di balik karang, tajem dan hitam. Meskipun tidak terlalu jelas terlihatnya, karena mataku minus dan kami kehabisan goggles yang ada minusnya, tapi aku tetep bisa mengidentifikasi mereka dimana aja.

Ini dia hasil foto-foto bawah laut aku!


Kata abangnya, hari ini kurang jernih, tapi menurut 
kami ini aja udah bagus banget

Aku tau mukaku ketutup ikan, tapi aku suka posenya
terlihat bebas seperti mermaid, dan seperti baby di cover album Nirvana

Ikan-ikan itu dipancing datang dengan makanan berupa mie yang sudah direbus. Satu dipegang abangnya, satu lagi dipegang Ajib. Ajib demen banget ngeluarin umpan itu biar ikan-ikan datang, sampai-sampai dia digigit ikan. Tapi tenang aja guys, gigitan ikan nggak bahaya dan nggak sakit yang gimana-gimana, paling cuma kaget. 

Kami meneruskan snorkeling sampai disuruh naik. Kecuali Nadhira, dia naik duluan, karena mabuk lagi. Jujur waktu aku tau ini, aku cukup kaget dan bingung. Aku memang baru tau tadi di kapal bahwa Nadhira itu mabuk laut. Tapi waktu tadi aku gak kaget, karena kejadian mabuk laut di atas kapal itu sering banget terjadi dan gak aneh. Tapi orang mabuk laut karena gelombang saat snorkeling itu hal baru buat aku. Padahal, fyi Nadhira itu suka travelling, suka laut, suka juga snorkeling dan diving. Aku pikir kalau lagi berenang di laut kan badan kita yang langsung terombang ambing, jadi gerakannya gak semasif di kapal. Selain itu, fokus kita biasanya ke berenang atau lihat ikan, jadi gelombang laut itu sendiri gak kerasa. Kalian ada yang mual juga gak kalau berenang di laut?

Anyway, kami snorkeling kurang lebih 2 jam, dari jam 4 sampai 6. Kalau di Aceh jam 6 masih terang dan belum magrib. Sebelum kami kembali ke pulau Weh naik boat lagi, kami minum teh hangat dulu untuk menghangatkan badan. Karena ternyata dinginnya baru kerasa pas udah naik ke pantai. 

Senang sekali!

Kami ganti baju lagi di tempat tadi, lalu naik mobil untuk berangkat ke hotel. Perjalanan dari tempat snorkeling ke hotel cukup lama, karena hotel kami berada di wilayah kota. Di jalan, abang tour guide menyetel lagu alay jaman dulu kami masih SMP, dan kami sing along ketawa-ketawa. Ternyata kami semua pernah alay...

Sesampainya di hotel, kami langsung check in. Hotel kami namanya Freddies, bentuk kamarnya adalah cottage nuansa kayu bertingkat. Kami memesan dua kamar yang menghadap laut. Ajib dan Icut diminta memperlihatkan kartu nikah. Wow ini juga pengalaman baru, karena setahuku hotel-hotel di sekitar ibukota dan Bali tidak memperlakukan hal ini.

Peringatannya memang jelas

Setelah selesai check in, kami langsung ke kamar. Kamar aku, Nadhira, Della dan kamar Ajib Icut atas dan bawah. Kami di bawah, mereka di atas. Pemandangan dari balkon kamarnya luar biasa cantik. Di balkonnya juga disediakan hammock untuk bersantai. Vibe chill pantainya kerasa banget deh! 

Nadhira chilling abis keramas

Pemandangan dari balkon saat sudah ada matahari

Kami bersih-bersih badan sebentar dan menjemur pakaian basah bekas snorkeling tadi. Lalu kami keluar lagi untuk makan malam. Menu makan kami malam ini adalah sate gurita dan mie jala. Aku pikir becandaan itu gurita tuh nama merk aja, semacam sate Matang. Ternyata beneran gurita woi.


Tersedia dua macam bumbu untuk sate gurita ini. Ada bumbu kacang dan bumbu padang. Bumbu padang mirip sekali dengan bumbu sate padang pada umumnya, sedangkan bumbu kacang lebih manis menurutku daripada bumbu kacang di tempatku, sepertinya kecapnya lebih banyak. Buat kamu yang suka sate padang, mungkin akan suka dengan bumbu padang, tapi aku sendiri lebih suka sama bumbu kacang. 

Kalau mie jala sendiri, rasanya seperti mie kocok yang pernah aku coba, malah buat aku cenderung kurang rasa. Tapi hati-hati, sambal yang dikasih di pinggirnya rasanya sangat pedas, jangan pakai banyak-banyak.

Bumbu padang (kiri) Bumbu kecap (kanan)

Mie jala

Setelah kenyang makan dan sakit perut menertawakan hasil foto snorkeling kami yang fail, kami pergi minum kopi (lagi). Memang ya tidak ada sehari tanpa kopi di Aceh. Apalagi ini di Sabang, siapa tau kan kopinya beda lagi sama yang di Banda Aceh (alasan padahal mah mau kopi aja). Jadi, kami bela-belain beli kopi lagi padahal Ajib udah ngantuk nguap-nguap terus. Tapi kami bahkan Icut pura-pura gak liat aja for the sake of satu malam ini di Sabang.

Kedai kopi kami kali ini namanya Aci Rasa Kupi. Kami memilih tempat duduk yang benar-benar disamping laut. Dari tempat kami dapat terlihat dermaga dan kapal yang parkir disana. Cantik dan romantis sekali. Aku jadi kasihan sama Icut dan Ajib. Yang seharusnya mereka bisa romantic honeymoon, malah diintilin tiga orang norak.


Lihat kan cantik banget pemandangannya

Aku suka banget vibe dermaga dan pemandangan ke laut, apalagi malam hari. Rasanya aku ingin kembali lagi kesini sama orang yang aku sayangi <3

Now playing: Harvey Malaiholo - Pelabuhan Cinta

Setelah kantuk Ajib semakin tidak tertahankan, kami memutuskan kembali ke hotel. Lalu segera membersihkan diri dan tidur karena besok kami masih ada agenda foto-foto.

Hari ke-2

Penghuni kamarku bangun pagi-pagi sekali, karena kami excited mau ke tempat foto-foto. Setelah dandan dan sarapan (sarapan termasuk paket tour), kami langsung turun ke pantai yang ada di depan kamar kami. Kegiatannya hanya foto karena pantai di belakang Freddies yang cantik dan bersih.



Cantik banget, bersih. Ini difotoin Icut dari atas jembatan

Tukang ngintil Icut sedang selfie

Pukul 8 pas, abang tour kami datang. Kami langsung berkemas masukin barang ke mobil dan siap ke destinasi selanjutnya. Kami akan langsung kembali ke Banda Aceh setelah ke beberapa situs wisata, jadi kami langsung check out. Hiks, sedih sekali, see you again, Freddies~

Tujuan kami setelah ini adalah Ujung Kareung. Aku have no idea ini tempat apa sebelumnya. Ternyata ini adalah batu karang besar yang berbatasan langsung dengan laut. Lautnya super jernih dan di salah satu sisi batu karang dipahat tangga yang mengarah ke laut langsung. Abangnya bilang sebenarnya kalau kami ada persiapan, kami diperbolehkan berenang disana. Sayang sekali kami tidak ada persiapan, lagipula kami mau langsung balik Banda Aceh. Jadi kami disana foto-foto aja.


Seperti berdiri di ujung dunia

Harus aku akui bahwa keindahan yang tertangkap di kamera ini tidak sebanding dengan keindahan melihatnya sendiri dengan mata. Namun semoga bisa cukup memberi kesejukan mata!

Setelah itu tibalah saatnya kami ke pelabuhan, kami turun lagi ke kota. Dalam perjalanan menuju pelabuhan, sebentar kami berhenti di depan kantor walikota Sabang. Disana ada taman Sabang Merauke dan tugu kembar.


Foto aja dulu, mudah-mudahan kesampaikan 
foto di tugu kembarannya

Meskipun namanya tugu kembar, tapi dia cuma sendiri. Kok cuma sendiri sih? Ternyata kembarannya itu ada di Merauke guys! Jadi tugu ini melambangkan kedua ujung Indonesia yaitu Sabang dan Merauke. Kata abang tour guide, tugu di Merauke juga bentuknya sama makanya namanya tugu kembar. Itu juga alasan kenapa taman cantik ini namanya Taman Sabang Merauke.

Yak, itulah destinasi terakhir kami di Sabang. Selanjutnya kami langsung ke pelabuhan, Ajib mengambilkan tiket kami di loket. Kapal kami balik ke Banda Aceh adalah kapal cepat, jadi jauh lebih ramah kepada penumpang terutama yang punya mabuk laut seperti Nadhira. Aku rasa memang buat kalian yang ingin berwisata lebih baik menyebrang dengan kapal cepat. Kami sampai di Banda Aceh hanya dalam 45 menit, tidak terasa, bahkan Nadhira aja bisa tidur. 

Bye Sabang, you'll be missed

Sampainya kami di Banda Aceh lagi menyimpulkan perjalanan kami berlima ke Sabang. Tidak terasa, dan di Banda Aceh saja kami sudah kangen Sabang. Masih banyak hal menarik di Sabang yang belum sempat kami coba. Mudah-mudahan ada kesempatan lagi kesana untuk mencoba hal baru lagi ya!

See you, Sabang!

kirana

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Yogyakarta

Rumah Kita (lagi)

Kompas Raja