Mengapa Instan & Analog?

Adakah teman-teman disini yang suka kamera dan foto-foto?

Yes! Sama berarti kita, aku juga suka foto-foto. Maksudnya aku suka fotoin barang dan momen. Tapi bukan berarti aku jago dan suka disuruh fotoin orang ya! (ini beda cerita)

Anyway, aku mau cerita kenapa sekarang aku menyukai foto instan dan analog. Dan lain waktu aku juga akan cerita sedikit tentang kamera yang aku punya.

Jadi sudah beberapa waktu ini aku lebih memilih memotret menggunakan kamera instan dan analog. Alasannya simpel, karena lebih bermakna. Aku memulai perjalanan main foto-foto sejak SMA dengan kamera DSLR nikon pertamaku (sekarang sudah dijual). Lalu beralih ke mirrorless Fuji. Sebagai orang yang lahir di tahun 1995, aku emang sempet mengalami sedikit momen dengan kamera analog yang masih pake film dan harus dicuci itu. Tapi sebentar sekali, di usia aku masih SD, keluarga aku udah hijrah ke kamera digital.

Sekian lama aku bermain di foto digital baik di hp maupun kamera digital, aku kian merasa nggak puas. 

Pertama, foto selalu terlalu banyak dan banyak yang bedanya cuma geser beberapa mili. Itu kadang bikin aku terutama pusing sendiri dan bikin jiwa perfeksionis aku bekerja. Aku selalu berusaha memilih mana yang paling bagus, dan bisa agak menyesal kalo yang dipilih yang kurang bagus. Padahal bedanya cuma aelah. Hal ini berhubungan sama memori yang besar, sehingga kita bebas jepret-jepret. Kalau analog kan film yang tersedia terbatas. Karena itu, foto dari kamera digital juga jadi terlalu banyak dan makan waktu kalau mau milih-milih, membawa pada alasan ku yang,

Kedua, foto terlupakan. Seringnya setelah selesai memotret dengan kamera digital, kita memindahkan foto ke tempat penyimpanan mau itu laptop atau hape, hardisk atau drive internet. Kemudian, kalau tempat penyimpanan itu udah penuh kita harus upgrade memori atau cari media lain. Akhirnya kita lupa sendiri, eh foto yang waktu acara itu ada di siapa atau dimana ya? Memang ada kelebihan dari praktisnya penyimpanan digital, dalam hal sharing maupun reproduksi untuk kepentingan publikasi acara, dan hambatan yang tadi aku sebutkan ada cara untuk menanggulangi nya. Tapi buat aku pribadi, aku nggak bisa serapi itu dengan file digital aku. Untuk foto momen pribadi yang tidak perlu share aku lebih memilih menyimpan sendiri secara hard copy.

Ketiga, baru baru ini terjadi bahwa hape aku hang dan harus direset. Itu menyebabkan foto-foto aku yang ada di hp terhapus semua termasuk foto kucingku. Mungkin ini adalah momen yang paling bikin terpukul dan bikin aku mau pindah ke foto analog dan instan. Foto digital terlalu bergantung pada media/device tempat dia ada. Sekali terjadi kerusakan pada media tersebut, foto-foto softcopy akan terancam hilang. Pernah terjadi juga media sosial Path yang sudah tutup, membuat aku kehilangan banyak foto moment. Bayangkan jika hal itu terjadi pada tempat kamu menyimpan momen-momen kamu. Sedangkan foto analog hanya bergantung pada kertas tempat dia di print saja. Memang bisa hilang juga apabila ada kejadian, tapi setidaknya kita bisa memegang dan melindungi foto itu sendiri, tidak bergantung pada platform elektronik maupun internet yang dipegang orang lain.

Keempat, momen. Karena alasan yang pertama bahwa kita bisa bebas jepret dengan kamera digital, momen spesial dari setiap foto terasa kurang kental. Jadinya kita (terutama aku sendiri) berlomba cuma mencari foto yang paling sempurna. Itu membuat aku lupa dengan fokus tujuan penciptaan kamera pertama kali, yaitu pengabadian momen. Dengan foto analog dan instan, kita diberikan batasan dalam mengambil foto. Seperti 36 dalam satu roll film, atau 10 dalam film instax. Hal ini membuat aku jadi lebih fokus mengambil moment dan tidak terlalu memikirkan kesempurnaannya. Sebab aku merasa sayang menggunakan satu film lagi untuk mengambil foto yang mirip. 

Kelima, perasaan puas memegang foto. Menurutku, foto digital terlihat semu tak tersentuh sedangkan foto tercetak itu nyata, ada bentuknya secara fisik yang bisa dipegang. Somehow ada kepuasan tersendiri pegang film foto itu. Ada pengalaman yang aku rasakan di keluargaku sendiri. Dahulu, ketika aku kecil dan masih jaman analog, mamah papahku banyak mencetak foto momen aku kecil dan setiap pertumbuhan aku diabadikan. Sampai sekarang masih tersimpan dengan rapi di album foto dan aku bisa tinggal ambil untuk melihat jika sedang ingin merasakan nostalgia. Aku juga jadi tau sejarah hidupku dulu, apa saja yang pernah aku lakukan. Seiring perkembangan jaman, adikku yang kedua gak punya foto-foto sebanyak aku, meski masih ada beberapa. Nah, tapi di jaman adikku yang terakhir, dimana orang sudah beralih ke digital, tidak terlalu banyak fotonya yang dicetak. Fotonya tesebar dalam bentuk soft copy di tempat-tempat yang berbeda, seperti laptop dan penyimpanan internet. Memang masih ada namun untuk mencarinya susah dan tidak pasti kemana. Belum lagi jika yang tersimpan di internet, kita membutuhkan koneksi yang baik untuk mencarinya dan waktu loading yang lumayan. Mungkin bagi adikku itu, hal ini nggak terlalu penting juga. Tapi buat aku yang udah merasakan jaman analog, aku merasa ada hal yang hilang dari proses pembelajaran menjadi dewasa, yaitu melihat kenangan masa lalu. Aku mau nanti aku dan anak aku bisa duduk bareng dan lihat foto album bersama, terus aku cerita "iya, ini waktu kamu baru lahir, ini waktu kamu baru bisa jalan". Aku ingin bisa celebrating moment bersama. Memang benar foto digital pun bisa dicetak, tapi balik lagi, tidak apa-apa kalau kalian rajin memilih mana yang mau dicetak biar gak kebanyakan. Sedangkan dengan pake analog, fotonya cuma ada sedikit dan mau nggak mau semua harus diproses untuk melihat hasilnya.

Karena alasan-alasan itu, aku jadi menyukai kamera instan dan analog. Bukan berarti aku meninggalkan kamera digital aku ya. Aku masih pake banget itu mirrorless Fuji (btw namanya Mimi), dia adalah kesayanganku dan hasil fotonya bagus. Jadi aku nggak akan juga menukar kualitas dia.

Lalu, aku juga sangat mendukung fotografi digital, aku sendiri membutuhkannya, karena dia juga punya banyaaaaak sekali kelebihan yang bermanfaat untuk dunia. Kalau untuk foto acara seperti wedding, baksos, ultah, tentu saja kita perlu fotografi digital yang hasilnya bisa ciamik dan bisa dilihat langsung. Belom lagi kalau pakai digital fotonya hampir pasti jadi kan? Tidak ada kemungkinan terbakar atau ada masalah di film seperti foto analog. Foto instan dan analog disini aku kontekskan untuk foto yang ingin aku ambil untuk kenang-kenangan pribadi seperti kucing dan tanamanku. Aku lebih menyukai analog jika foto-foto untuk kepuasanku pribadi.

Next aku akan bikin tulisan tentang kamera apa aja yang aku pakai ya, gak banyak sih, tapi stay tuned!

Say cheese!

kirana

Comments

Popular posts from this blog

Kangen Yogyakarta

Rumah Kita (lagi)

Kompas Raja